Sabtu, 06 Oktober 2012

Pemeriksaan Akuntansi 1


Auditing
Auditing berarti pemeriksaan, sedangkan orang yang melakukan pemeriksaan disebut sebagai auditor. Ada beberapa pengertian auditing menurut beberapa sudut pandang antara lain menurut :
1.      Konrath.
Auditing adalah suatu proses sistematis yang secara obyektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.      Alvin A.Arens, Mark S.Beaslev.
Auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang berwenang, independent (tidak tergantung pada pihak manapun).
3.      Sukrisno Agoes.
Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independent terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
4.      Arens Loebbecke (1996:1).
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat di ukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi termasuk dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
5.      PSAK - Tim Sukses UKT Akuntansi 2006.
Auditing adalah suatu proses sistematik yang bertujuan untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang dikumpulkan atas pernyataan atau asersi tentang aksi-aksi ekonomi dan kejadian-kejadian dan melihat bagaimana tingkat hubungan antara pernyataan atau asersi dengan kenyataan dan menkomunikasikan hasilnya kepada yamg berkepentingan.
Point-point dari pengertian auditing yang perlu diperhatikan :
1.      Yang diperiksa adalah laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan dan bukti-bukti pendukungnya. Laporan keuangan dapat berupa Neraca, Laporan laba-rugi, Laporan perubahan ekuitas, dan Laporan arus kas. Catatan-catatan berupa buku harian (buku kas/bank, buku penjualan, buku pembelian, buku serba serbi), buku besar, sub buku besar (hutang, piutang, aktiva tetap, dan kartu persediaan). Bukti pendukung misalnya faktur penjualan, bukti penerimaan/pengeluaran  kas/bank, dll.
2.      Auditing harus dilakukan secara kritis dan sistematis. Dilakukan secara kritis artinya pemeriksaan harus di pimpin oleh orang yang mempunyai gelar akuntan dan mempunyai ijin praktek, pelaksana di lapangan harus mempunyai pendidikan, pengalaman dan keahlian. Sedangkan sistematis adalah dengan membuat perencanaan (audit plan), misalnya menentukan berapa orang yang akan mengaudit, batas materialitas, lamanya waktu pemeriksaan, dll.
3.      Pemeriksaan dilakukan oleh pihak yang independent yaitu akuntan publik, seperti salah satu unsur dari standar pengendalian mutu yaitu independensi.  Yaitu tidak boleh ada kepentingan di dalam perusahaan tersebut atau mempunyai hubungan khusus.
4.      Tujuan akhirnya pada tahapan audit adalah memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan. Laporan keuangan yang wajar adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan, konsisten dan tidak mengandung hal yang materil. Sebagian orang berpikir mengapa auditing menilai kewajaran saja kok bukan kebenaran laporan keuangan. Karena proses audit menggunakan sampling test, yang mungkin masih ada kesalahan dalam laporan keuangan namun jumlahnya tidak material.

Atestasi
Atestasi adalah adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Tipe perikatan atestasi :
1.     Examination (Pemeriksaan) – jasa atestasi dari KAP berupa sebuah pernyataan tertulis yang menyatakan apakah asersi yang dibuat secara keseluruhan telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2.     Review – jasa atestasi dari KAP yang memberikan keyakinan negatif (negative assurance), yang menyatakan apakah informasi yang diperoleh telah menunjukkan bahwa asersi tersebut tidak disajikan, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan atau yang telah dinyatakan.
3.     Agreed-upon procedures (prosedur yang disepakati) – jasa atestasi terhadap asersi manajemen atas prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan.

Asersi
Menurut Sukrisno Agoes (2004 : 5) Asersi adalah representasi manajemen mengenai kewajaran laporan keuangan. Dengan kata lain, Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit. Auditing Standard Board (ASB), suatu badan yang dibentuk AICPA untuk memformulasikan standar auditing dan interpretasinya, mengklasifikasikan asersi laporan keuangan sebagai berikut :
1.      Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence).
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah semua harta, hutang, dan ekuitas yang tercantum di neraca betul-betul ada, dan/atau apakah semua transaksi yang dipresentasikan dalam laporan laba rugi betul-betul terjadi? Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.
2.      Kelengkapan (completeness).
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah ada harta, hutang dan ekuitas, atau transaksi yang dihilangkan dari laporan keuangan? Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan  dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
3.      Hak dan kewajiban (right and obligation).
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah harta yang tercantum di neraca yang dimiliki perusahaan, dan apakah kewajiban perusahaan per tanggal neraca? Sebagai contoh manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (leased) yang dikapitalisasi dineraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewa-guna-usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas.
4.      Penilaian (valuation) atau alokasi.
Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah harta, hutang, pendapatan, biaya dan ekuitas dinilai dengan tepat sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan apakah saldo-saldo sudah dialokasikan secara wajar antara neraca dan laba rugi (misalnya asset cost vs depreciation expenses)? Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
5.      Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure).
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah pengklasifikasian, seperti current versus noncurrent assets and liabilities, dan operating versus nonoperating revenues and expenses, sudah direfleksikan secara tepat di laporan keuangan, dan apakah pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan sudah memadai agar laporan keuangan itu tidak misleading (menyesatkan)? Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba-rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.

Tahap Auditing
Pendekatan management audit harus mengikuti langkah-langkah dasar tertentu untuk tiap pekerjaan meskipun mungkin tujuan dari pemeriksaan tersebut akan bermacam-macam.
Ada empat tahap dalam melaksanakan audit , yakni :
1.     Merencanakan dan merancang pendekatan audit
Dalam setiap audit, ada bermacam-macam cara yang dapat ditempuh seorang auditor dalam mengumpulkan bahan bukti untuk mencapai tujuan audit secara keseluruhan. Dua perhitungan yang mempengaruhi pendekatan yang akan dipilih yakni bahan bukti kompeten yang cukup harus dikumpulkan untuk memenuhi tanggungjawab professional dari auditor dan biaya pengumpulan bahan bukti yang harus dibuat seminim mungkin.
2.     Melakukan pengujian pengendalian dan transaksi
Jika auditor telah menetapkan tingkat resiko pengendalian yang lebih rendah berdasarkan identifikasi pengendalian, ia kemudian dapat memperkecil luas penilaiannya sampai suatu titik dimana ketepatan informasi keuangan yang berkaitan langsung dengan pengendalian itu harus diperiksa keabsahannya melalui pengumpulan bahan bukti. Tetapi untuk membenarkan tingkat resiko lebih rendah yang ditetapkan ini, auditor harus menguji keefektifan pengendalian tersebut. Prosedur-prosedur yang termasuk dalam jenis pengujian ini biasa disebut sebagai pengujian atas pengendalian.
3.     Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo
Terdapat dua kategori dalam prosedur tahap III ini yaitu prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo.
4.     Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit.
Setelah auditor menyelesaikan semua prosedur, adalah perlu untuk menggabungkan seluruh informasi yang didapat untuk memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan. Ini merupakan proses yang sangat subyektif dan sangat tergantung pada pertimbangan professional auditor. Dalam prakteknya, seorang auditor secara berkesinambungan menggabungkan informasi yang didapat selama dia melaksanakan proses audit tersebut. Penggabungan akhir hanyalah penyatuan dari penggabungan-penggabungan tadi pada saat penyelesaian penugasan. Jika audit telah dilaksanakan, kantor akuntan public harus mengeluarkan laporan audit yang menyertai laporan keuangan klien yang diterbitkan. Laporan itu haruslah memenuhi persyaratan teknis yang jelas yang dipengaruhi oleh ruang lingkup audit dan sifat temuan auditor.
Berikut adalah langkah-langkah dalam melaksanakan manajemen audit menurut Hamilton (1986:5) :
1.     Definisi ruang lingkup pekerjaan.
Management audit bisa dilakukan dalam lingkup yang umum dan audit akan meliputi suatu penilaian terinci atas tiap-tiap aspek operasional organisasi. Management audit juga bisa dilakukan atas suatu masalah tertentu untuk mencari bukti-bukti yang menjadi penyebab serta merekomendasikan tindakan koreksi tertentu.
2.     Perencanaan persiapan dan organisasi.
Ketika suatu lingkup pekerjaan sudah ditentukan tim audit akan membuat suatu tindakan perencanaan atas pelaksaanaan pekerjaan. Perencanaan meliputi langkah-langkah yang  harus dilakukan dan estimasi waktu yg diperlukan untuk mencapai tiap tahap pekerjaan. Tiap sumber bukti yg berkaitan dengan area yg diperiksa  harus dianalisa secara mendalam dan terus diperbaharui.
3.     Pengumpulan fakta dan dokumentasi informasi terbaru.
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi data yg berkaitan dengan area lingkup pekerjaan yang ditentukan. Data bisa diperoleh dari surat menyurat kebijakan dan prosedur serta semua informasi informal lain yang bisa diperoleh secara langsung dari karyawan lewat wawancara.
4.     Riset dan analisa.
Tahap ini merupakan tahap yg paling penting dalam proses management audit. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan bukti dan fakta-fakta yg dianggap penting dalam mendukung laporan akhir yang akan diserahkan kepada top manajemen.
5.     Laporan.
Tahap ini meliputi ringkasan atas pekerjaan yang dilakukan gambaran mengenai ruang lingkup pekerjaan rincian mengenai temuan-temuan utama dan diskusi mengenai alternatif-alternatif yang dapat digunakan top manajemen untuk mengurangi permasalahan yang ada.
Berikut adalah tahapan dalam melaksanakan management audit menurut Leo herbert yang dikutip oleh Sukrisno Agoes (1996:176) yaitu :
1.      Prelimenary Survey (Survei Pendahuluan)
Tujuan dari survey pendahuluan adalah untuk mendapatkan informasi umum dan latar belakang dalam waktu yang relatif singkat mengenai semua aspek organisasi kegiatan program atau sistem yang dipertimbangkan untuk diperiksa agar dapat diperoleh pengetahuan atau gambaran yang memadai mengenai objek pemeriksaan.
2.      Review and Testing of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen)
Tahap ini dimaksudkan untuk mendapatkan bukti-bukti mengenai ketiga elemen dari tentative audit objective (tujuan pemeriksaan sementara) yaitu criteria causes dan effects dengan melakukan pengetesan terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang berkaitan dengan sistem pengendalian manajemen dan untuk memastikan bahwa bukti-bukti yang diperoleh dari perusahaan adalah kompeten jika audit diperluas dalam detailed examination (pengujian terinci). Criteria merupakan standar yang harus dipatuhi oleh tiap bagian dalam perusahaan causes adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang berlaku dan effects adalah akibat dari tindakan-tindakan menyimpang dari standar yang berlaku.
3.      Detailed Examination (Pengujian Terinci)
Pada tahap ini auditor harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kompeten material dan relevan untuk dapat menentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan manajemen dan pegawai perusahaan yang merupakan penyimpangan-penyimpangan terhadap criteria dalam firm audit objective (tujuan pemeriksaan yang pasti) dan bagaimana effects dari penyimpangan-penyimpangan tersebut dan besar kecil effects tersebut yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
4.      Report Development (Pengembangan Laporan)
Temuan audit harus dilengkapi dengan kesimpulan dan saran dan harus direview oleh audit manager sebelum didiskusikan dengan auditee. Komentar dari auditee mengenai apa yang disajikan dalam konsep laporan harus diperoleh (sebaik secara tertulis).

Audit Plan
Salah satu penjabaran dari persiapan pemeriksaan adalah membuat audit plan yang dilakukan oleh supervisor. Audit plan atau rencana pemeriksaan diatur di Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-126/PJ/2010.
SE-126/PJ/2010 mengatur lebih rinci bagaimana rencana pemeriksaan dibuat oleh KPP. Berikut rangkuman dan catatan berdasarkan urutan pekerjaan :
1.      Kepala UP2 membuat Nota Dinas Penunjukkan Supervisor yang disertai dengan Daftar Berkas Wajib Pajak Yang Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan antara lain berisi : SPT tahun pajak yang akan diperiksa, Laporan Keuangan minimal 2 tahun sebelumnya, profil Wajib Pajak, Laporan Hasil Pemeriksaan tahun sebelumnya, data dari pihak ketiga , atau data lain yang relevan.
2.      Supervisor membuat KKP Identifikasi Masalah untuk menentukan pos-pos SPT yang akan diperiksa. Tentu tidak semua pos dalam SPT atau Laporan Keuangan harus diperiksa karena keterbatasan jangka waktu pemeriksaan dan tenaga pemeriksa. Pos mana yang akan diperiksa, merupakan kewenangan supervisor selama disetujui oleh kepala UP2.
3.       Langkah-langkah penyusunan KKP Identifikasi Masalah :
            a.       Analisis rasio data keuangan,
            b.      Analisis trend dan benchmark dengan perusahaan atau industri sejenis,
            c.       Ekualisasi antara Pos di SPT PPh Badan / Orang Pribadi dengan objek pajak lain,
            d.      Analisis keterkaitan antara alat keterangan, analisis risiko yang dibuat AR , hasil analisis dan pengembangan IDLP , dan informasi lain yang relevan baik dari intern maupun ekstern.
4.       Berdasarkan KKP Identifikasi Masalah, Supervisor kemudian membuat Rencana Pemeriksaan yang berisi :
           a.       Gambaran umum Wajib Pajak,
           b.      Susunan Tim Pemeriksa,
           c.       Kriteria Pemeriksaan,
           d.      Jenis Pemeriksaan,
           e.       Ruang lingkup pemeriksaan,
           f.        Identifikasi masalah,
           g.       Rencana batas akhir penyelesaian pemeriksaan,
       h.  Tanggal jatuh tempo penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
            i.       Tenaga ahli yang dibutuhkan,
            j.        Sarana pendukung yang diperlukan,
            k.       Pos-pos SPT yang diperiksa,
            l.         Lokasi atau cabang yang akan diperiksa.
5.      Usulan rencana pemeriksaan kemudian disampaikan ke kepala UP2. Setelah ditelaah, kepala UP2 kemudian memberikan pesetujuan dan menerbitkan SP2.
6.      Rencana pemeriksaan yang dibuat oleh supervisor pada awal pemeriksaan atau pada tahap persiapan pemeriksaan masih bisa dilakukan perubahan seandainya setelah dilakukan pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan dokumen Wajib Pajak ada hal-hal yang perlu diperdalam. Dengan demikian ada tambahan rencana pemeriksaan. Atau bisa juga perubahan rencana pemeriksaan dengan mengurangi rencana pemeriksaan karena dianggap tidak perlu. Mungkin pengurangan ini terjadi karena persepsi supervisor berbeda antara sebelum pemeriksaan dengan saat pelaksanaan pemeriksaan. Apapun perubahan rencana pemeriksaan, supervisor harus membuat alasan yang logis.
Hal yang harus di pertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit adalah :
1.      Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana satuan usaha tersebut beroperasi di dalamnya.
2.      Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut.
3.      Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi akuntansi.
4.      Penetapan tingkat resiko pengendalian yang di rencanakan.
5.      Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.
6.      Pos laporan keuangan yang mungin memerlukan penyesuaian.
7.      Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit.
8.      Sifat laporan audit yang di harapkan akan di serahkan kepada pemberi tugas.

Jenis Audit
Pengauditan dapat dibagi dalam beberapa jenis. Pembagian ini dimaksudkan untuk menentukan tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan adanya pengauditan tersebut. Dibawah ini akan dipaparkan beberapa jenis audit menurut ahli.
Sukrisno Agoes (2004) menyebutkan tiga jenis Auditing yang umum dilaksanakan. Ketiga jenis tersebut yaitu :
1.     Operasional Audit (Pemeriksaan Operasional/Manajemen)
Operasional atau management audit merupakan pemeriksaan atas semua atau sebagian prosedur dan metode operasional suatu organisasi untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional dapat menjadi alat manajemen yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa rekomendasi-rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit jenis ini lebih merupakan konsultasi manajemen.
2.     Compliance Audit (Audit Ketaatan)
Compliance Audit merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah prosedur dan aturan yang telah ditetapkan otoritas berwenang sudah ditaati oleh personel di organisasi tersebut. Compliance Audit biasanya ditugaskan oleh otoritas berwenang yang telah menetapkan prosedur/ peraturan dalam perusahaan sehingga hasil audit jenis ini tidak untuk dipublikasikan tetapi untuk intern manajemen.
3.     Financial Audit (Audit atas Laporan Keuangan)
Pemeriksaan atas laporan keuangan merupakan evaluasi kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum. Dalam pengertiannya apakah laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat ditukar dan dapat diverifikasi lalu telah disajikan sesuai dengan kriteria tertentu. Umumnya kriteria yang dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku umum seperti prinsip akuntansi yang berterima umum. Hasil audit atas laporan keuangan adalah opini auditor yaitu Unqualified Opinion, Qualified Opinion, Disclaimer Opinion, dan Adverse
Opinion.
Menurut sumber yang sama (Sukrisno Agoes, 2004) ditinjau dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas :
1.     Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan maksud untuk memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
2.     Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang hanya terbatas pada permintaan auditee yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan.
Menurut sumber yang sama (Sukrisno Agoes, 2004) ditinjau dari jenis pemeriksaan maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas :
1.     Audit Operasional (Management Audit), yaitu suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditetapkan oleh manajemen dengan maksud untuk mengetahui apakah kegiatan operasi telah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis.
2.     Pemeriksaan Ketaatan (Complience Audit), yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan.
3.     Pemeriksaan Intern (Internal Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan yang mencakup laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan yang bersangkutan serta ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.
4.     Audit Komputer (Computer Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap perusahaan yang melakukan proses data akuntansi dengan menggunakan sistem Elektronic Data Processing (EDP).
Sedangkan berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, audit dibagi 4 jenis yaitu :
1.     Auditor Ekstern
Auditor ekstern/ independent bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit.
2.     Auditor Intern
Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan audit manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.
3.     Auditor Pajak
Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak yang diaudit terhadap undang-undang perpajakan yang berlaku. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggungjawab Karikpa adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.
4.     Auditor Pemerintah
Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah. Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit yang dilaksanakan oleh pemerintahan dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Di Indonesia, auditor pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu :
            a.      Auditor Eksternal Pemerintah
Auditor Eksternal Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23E UUD 1945.
*      Ayat (1): “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.”
*      Ayat (2): “Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.”
            b.     Auditor Internal Pemerintah
Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/LPND, dan Badan Pengawasan Daerah.

Perbedaan Auditing dan Akuntansi

Mayoritas pengguna laporan keuangan serta para anggota masyarakat sering mengalami kekeliruan dalam membedakan auditing dengan akuntansi. Kebingungan tersebut timbul karena mayoritas praktek auditing umumnya berkaitan dengan informasi akuntansi, serta kebanyakan auditor memiliki keahlian yang berkaitan dengan permasalahan akuntansi.
Perbedaan antara auditing dengan akuntansi dapat dilihat dari gambar berikut:
Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya. Sedangkan pengertian auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seseorang yang independen dan kompeten untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Sebenarnya dari pengertian diatas kita bisa melihat adanya perbedaan yang sangat prinsip dari keduanya. Akuntansi lebih menekankan pada proses pencatatan, akuntansi bersifat konstruktif, dikatakan demikian karena disusun mulai dari bukti-bukti pembukuan, buku harian, buku besar, dan sub buku besar, neraca saldo sampai dengan laporan keuangan. Akuntansi disusun oleh pegawai perusahaan dengan berpedoman pada SAK (Standar Akuntansi Keuangan). Sedangkan auditing berfokus pada proses penelusuran, auditing mempunyai sifat analisis, karena akuntan publik memulai pemeriksaan mulai dari angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan, yang kemudian nanti akan dicocokkan dengan neraca saldo (trial balance), buku besar (general ledger), buku harian (special journal), bukti-bukti pembukuan (documents), sub buku besar (sub-ledger). Auditing dilakukan oleh Akuntan Publik dengan berpedoman pada SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, aturan Etika IAI Kompartemen Akuntan Publik dan Standar Pengendalian Mutu.

Tugas Auditor
Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.Tugas auditor adalah menentukan apakah representasi (asersi) tersebut betul-betul wajar, maksudnya untuk meyakinkan “tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan”. Adapun pengertian audit menurut Auditing yaitu: "proses pengumpulan dan penilaian bukti-bukti atas informasi-informasi mengenai satuan-satuan ekonomi tertentu oleh seorang ahli yang bebas pengaruh, untuk menentukan serta melaporkan tingkat persesuaian informasi-informasi tersebut dengan standard-syandard dan kriteria-kriteria yang berlaku".
Sedangkan bukti-bukti tersebut dapat diperoleh :
1.      melalui pemeriksaan pisik
2.      melalui konfirmasi (termasuk kepada pihak ketiga)
3.      melalui pengamatan atau observasi
4.      melalui pemeriksaan dokumen
5.      melalui pemeriksaan analitis atau verifikasi
6.      melalui ketepatan mekanisasi
7.      melalui tanya jawab
The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor :
1.      Perencanaan, pengendalian dan pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
2.      Sistem Akuntansi, auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3.      Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
4.      Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
5.      Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

Mengapa Audit Perlu?
Dengan ketergantungan kita terhadap Sistem Informasi Akuntansi berbasis komputer maka ada beberapa alasan untuk manajemen memerlukan sebuah Audit Sistem Informasi, yaitu antara lain:
1.      Kerugian akibat kehilangan data.
Kehilangan data juga dapat terjadi karena tiadanya pengendalian yang memadai, seperti tidak adanya prosedur back-up file. Kehilangan data dapat disebabkan karena gangguan sistem operasi pemrosesan data, sabotase, atau gangguan karena alam seperti gempa bumi, kebakaran atau banjir. Jika informasi ini hilang akan berakibat cukup fatal bagi organisasi dalam menjalankan aktivitasnya. Sebagai contoh adalah jika data nasabah sebuah bank hilang akibat rusak, maka informasi yang terkait akan hilang, misalkan siapa saja nasabah yang mempunyai tagihan pembayaran kredit yang telah jatuh tempo.
2.      Kerugian akibat kesalahan pemrosesan komputer.
Pemrosesan komputer menjadi pusat perhatian utama dalam sebuah sistem informasi berbasis komputer. Banyak organisasi telah menggunakan komputer sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas pekerjaan mereka. Mulai dari pekerjaan yang sederhana, seperti perhitungan bunga berbunga sampai penggunaan komputer sebagai bantuan dalam navigasi pesawat terbang atau peluru kendali. Kerugian mulai dari tidak dipercayainya perhitungan matematis sampai kepada ketergantungan kehidupan manusia.
3.      Pengambilan keputusan yang salah akibat informasi yang salah.
Kualitas sebuah keputusan sangat tergantung kepada kualitas informasi yang disajikan untuk pengambilan keputusan tersebut. Tingkat akurasi dan pentingnya sebuah data atau informasi tergantung kepada jenis keputusan yang akan diambil. Jika top manajer akan mengambil keputusan yang bersifat strategik, mungkin akan dapat ditoleransi berkaitan dengan sifat keputusan yang berjangka panjang. Tetapi kadangkala informasi yang menyesatkan akan berdampak kepada pengambilan keputusan yang menyesatkan pula.
4.      Kerugian karena penyalahgunaan komputer (Computer Abused)
Tema utama yang mendorong perkembangan dalam audit sistem informasi dalam sebuah organisasi bisnis adalah karena sering terjadinya kejahatan penyalahgunaan komputer. Beberapa jenis tindak kejahatan dan penyalahgunaan komputer antara lain:
         a.      Virus adalah sebuah program komputer yang menempelkan diri dan menjalankan sendiri sebuah program komputer atau sistem komputer di sebuah disket, data atau program yang bertujuan mengganggu atau merusak jalannya sebuah program atau data komputer yang ada di dalamnya. Virus dirancang dengan dua tujuan, yaitu :
*      mereplikasi dirinya sendiri secara aktif,
*      mengganggu atau merusak sistem operasi, program atau data.
          b.     Hacking adalah seseorang yang dengan tanpa ijin mengakses sistem komputer sehingga dapat melihat, memodifikasi, atau menghapus program komputer atau data atau mengacaukan sistem.
         c.      Akses langsung yang tak legal, misalnya masuk ke ruang komputer tanpa ijin atau menggunakan sebuah terminal komputer dan dapat berakibat kerusakan fisik atau mengambil data atau program komputer tanpa ijin.
       d.     Penyalahgunaan akses untuk kepentingan pribadi, seseorang yang mempunyai kewenangan menggunakan komputer tetapi untuk tujuan-tujuan yang tidak semestinya.
Dampak dari kejahatan dan penyalahgunaan komputer tersebut antara lain :
         a.       Hardware, software, data, fasilitas, dokumentasi dan pendukung lainnya rusak atau hilang dicuri atau dimodifikasi dan disalahgunakan.
         b.      Kerahasiaan data atau informasi penting dari orang atau organisasi rusak atau hilang dicuri atau dimodifikasi.
           c.       Aktivitas operasional rutin akan terganggu.
          d.      Kejahatan dan penyalahgunaan komputer dari waktu ke waktu semakin meningkat, dan hampir 80% pelaku kejahatan komputer adalah ‘orang dalam’.
5.      Nilai hardware, software, dan personil sistem informasi
Dalam sebuah sistem informasi, hardware, software, data dan personil merupakan sumberdaya organisasi. Beberapa organisasi bisnis mengeluarkan dana yang cukup besar untuk investasi dalam penyusunan sebuah sistem informasi, termasuk dalam pengembangan sumberdaya manusianya. Sehingga diperlukan sebuah pengendalian untuk menjaga investasi di bidang ini.
6.      Pemeliharaan kerahasiaan informasi
Informasi di dalam sebuah organisasi bisnis sangat beragam, mulai data karyawan, pelanggan, transaksi, dan lainya adalah amat riskan bila tidak dijaga dengan benar. Seseorang dapat saja memanfaatkan informasi untuk disalahgunakan. Sebagai contoh bila data pelanggan yang rahasia, dapat digunakan oleh pesaing untuk memperoleh manfaat dalam persaingan.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar