Franchising Tela – Tela
1. PENDAHULUAN
Bisnis waralaba atau franchise belakangan mewabah dunia usaha di Tanah Air, terutama kalangan muda yang bermodal kuat. Sebagian pengusaha berpendapat, mengembangkan bisnis ini relatif lebih mudah dibanding memulai bisnis dari nol. Menurut Ketua Asosiasi Franchise Indonesia Anang Sukandar di Jakarta, baru-baru ini usaha waralaba di Indonesia memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Sekitar 65 persen pembeli lisensi waralaba berhasil mengembangkan usahanya dan tak sekadar balik modal.
Sejauh ini, terdapat sekitar 270 usaha waralaba asing dan sekitar 20 waralaba lokal di Indonesia. Waralaba asing lebih banyak karena pengusaha luar negeri memiliki pengalaman lebih lama dalam bisnis waralaba dengan berbagai keunikan usahanya.
Besar kecilnya modal untuk terjun ke bisnis waralaba tergantung dari jenis usaha dan produk yang dipilih. Sejumlah bisnis waralaba dikategorikan sebagai usaha jangka pendek bila modal kembali dalam waktu dua hingga tiga tahun. Sementara bisnis jangka panjang butuh waktu pengembalian modal sekitar empat hingga lima tahun. Salah satu contoh bisnis waralaba yang berhasil mengembangkan usahanya adalah lembaga kursus bahasa International Language Program (ILP). Awalnya, bisnis ini hanya berupa kursus bahasa Inggris di sebuah rumah di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada 1997, bisnis ini berkembang menjadi perusahaan penjual waralaba. Dalam waktu tujuh tahun saja, cabang ILP berkembang dari tujuh cabang menjadi 35 cabang. Perjalanan bisnis ILP terbilang mulus meski sempat terhambat dengan pemilihan lokasi yang tepat.
Untuk bergabung dengan waralaba ini, pembeli lisensi setidaknya membutuhkan dana sebesar Rp. 1 miliar. Dengan modal sebesar itu pembeli lisensi mendapatkan pelatihan dasar bagi pegawai dan bantuan promosi. Kita ada training untuk semua pegawai dari tingkat yang paling tinggi hingga ke staf, kata Direktur Marketing ILP Susan.
Namun, biaya itu tidak termasuk dengan tempat usaha yang rata-rata harus memiliki luas antara 500 meter persegi hingga 700 meter persegi. Keuntungan dapat dicapai pembeli lisensi setelah empat tahun berusaha dengan pembayaran royalti sebesar 12 persen dari keuntungan.
Berbeda dengan ILP, bisnis waralaba minuman Teh Mutiara atau terkenal dengan istilah Bubble Tea membebaskan peminatnya dari biaya royalti. Untuk bergabung dengan bisnis ini, peminat diwajibkan membayar Rp. 40 juta. Dana itu digunakan untuk biaya waralaba dan bahan baku minuman selama empat bulan. Bila digabung dengan biaya mesin seperti juicer dan sewa outlet, total modal yang dibutuhkan mencapai Rp. 80 juta.
Dengan modal awal sebesar itu, dijanjikan investasi pembeli lisensi kembali dalam tempo lima bulan. Syaratnya, pembeli lisensi dapat menjual sebanyak 150 gelas per hari dengan harga rata-rata Rp. 10 ribu per gelas. Untuk tingkat pengembalian investasi antara lima hingga enam bulan, itu bisa dicapai jika memilih lokasi yang ramai, papar Direktur Perusahaan Teh Mutiara Dendy Sjahada.
Seperti bisnis pada umumnya, untuk menjalani waralaba diperlukan kepekaan terhadap pengembangan usaha seperti pemilihan lokasi dan kecermatan memanfaatkan celah menguntungkan dari selera dan kebutuhan masyarakat. Kendati nama dagang terkenal, promosi tetap diperlukan untuk memajukan usaha.
2. ISI
Tela-tela 77 merupakan merek (brand) lokal yang berasal dari kota Yogyakarta, yang menyajikan makanan snack siap saji ( fast food) berupa singkong,kentang dan talas dengan berbagai aneka rasa bumbu seperti barbaque, keju, pedas, manis, jagung bakar, pizza, chiken dan original.
Tela-tela 77 pertama kali berdiri dan beroperasi pada tanggal 24 September 2005 di outlet pertamanya yang berlokasi di ruko babarsari raya (bbc plaza) catur tunggal Depok, Sleman. Respon baik para konsumen ( pelanggan ) kemudian ditanggapi dengan dibukanya outlet kedua yang berlokasi di depan kampus 3 Uajy, dan outlet ketiga yang berlokasi di jalan Cendrawasih No. 119 Condong Catur, Jogja.
Pada akhir tahun 2006 jumlah outlet tela-tela 77 telah mencapai 50 outlet yang tersebar diseluruh kota Jogja dan luar Jogja seperti wilayah Bantul, Semarang, Solo, Purwokerto, dan Banjarmasin ( Kalimantan Selatan )
Agenda terbesar dari manajemen tela-tela 77 adalah membuka keagenan diseluruh wilayah indonesia . Hal ini disebabkan banyaknya permintaan dari para calon franchisee ( mitra bisnis )
Target pasar yang dituju adalah semua kalangan baik dari kalangan anak muda, mahasiswa, orang tua, dan lainnya. Dengan harga jual Rp. 2,700 hingga Rp. 3,500 per-porsinya diharapkan bisa untuk menjangkau semua lapisan masyarakat.
3. KESIMPULAN
Waralaba adalah pengaturan bisnis dengan sistem pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakatan. Konon, konsep waralaba muncul sejak 200 tahun Sebelum Masehi. Saat itu, seorang pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan dengan merek tertentu. Era modern waralaba berkembang di Amerika Serikat pada 1863 yang dilakukan pengusaha mesin jahit Singer dan kemudian diikuti Coca Cola pada 1899.
Di Indonesia, waralaba mulai berkembang pada 1950-an dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi atau menjadi agen tunggal pemilik merek. Pada awal perkembangan bisnis waralaba di Indonesia, restoran cepat saji yang cukup terkenal antara lain Kentucky Fried Chicken.
Seseorang yang tertarik dengan peluang bisnis waralaba biasanya wajib membeli lisensi atau izin penggunaan nama yang disebut initial fee atau franchise fee. Selain berhak menggunakan nama dagang, sebagai imbalan, pembeli mendapat pengetahuan sistem bisnis serta pelatihan karyawan yang sama dengan pihak yang mengeluarkan lisensi. Pembeli lisensi juga harus membayar royalti dari persentase penjualan.
4.REFERENSI
Http//www.google.co.id
Http//www.wikipedia.co.id
(Ketua Asosiasi Franchise Indonesia,Anang Sukandar)
Nama Kelompok :
1. Desty Citra. P (21210856)
2. Ranti Harisma Ela (25210650)
3. Maya Nurmalasari (24210292)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar